Meski tak jelas tapi begitu nyata
terdengar olehku,suara deru mesin pemotong rumput yang selalu dia andalkan mungkin
juga jadi kebanggaannya.Ketika ia terasing saat bekerja dan jauh dari hiruk
pikuk kehidupan,mesin inilah yang selalu setia menemaninya.Suara berisiknya
seakan menjadi lagu pengusir sepi yang entah kapan akan berakhir.Ketika semua
harapan nampaknya tlah hilang,mesin ini jualah yang terus memaksanya untuk
terus berlari,cukup melelahkan memang.
Makin lama suaranya semakin jelas seiring
roda dua yang membawaku sampai kepuncak bukit. Sekarang dapat kulihat dibawah sana seorang diri Abdul asik
dengan pekerjaannya sebagai seorang pemotong rumput .Bermandi cahaya mentari
dan keringatnya sendiri dengan lincah tangannya berayun kekiri dan kanan
membabat abis rumput-rumput liar yang ada didepannya tanpa ampun.Sekali dua
kadang tikus-tikus tanah lari berhamburan mencari aman dari terjangan mesin
tuanya itu .Sekilas dapat kutangkap kebencian dari semak-semak belukar yang
liar diseluruh ladang.Mereka seolah-olah berkata "Hai orang asing,jangan
ganggu kami..!"Tapi Abdul seakan tak peduli,inci demi inci meter demi
meter ia sikat habis rumput-rumput ilalang itu tanpa belas kasihan barang
sedikitpun.Sekilas ia terlihat seperti ninja bersepatu boot yang bersenjatakan
mesin rumput,karna seluruh tubuhnya di tutupi kain hingga cuma terlihat
wajahnya saja.Mungkin dimaksudkan agar terlindung dari teriknya matahari.
***
Aku mengenalnya hampir seluruh
hidupku,kami dilahirkan dan dibesarkan dikampung yang sama.7 tahun yang lalu
sang bunda tercinta meninggalkannya dan dua orang saudaranya menuju
surga,menuju ke alam kemana semua manusia pada akhirnya bertolak.Babak ini kemudian
menjadi titik balik dari kehidupannya yang masih sangat muda ketika itu.Ia tak
menduga akan di tinggalkan begitu cepat oleh ibunda tercinta,satu-satunya orang
yang merawat mereka.Sementara si ayah telah pergi entah kemana tak lama setelah
ia lahir dan tak pernah kembali lagi.Jadilah sang bunda sebagai orang tua
tunggal,menjadi ibu sekaligus menjadi ayah bagi mereka bertiga.Abdul adalah
anak nomor dua dari tiga bersaudara.Paling sulung adalah kakaknya perempuan dan
adiknya laki-laki yang paling bungsu.Otomatis ia menjadi anak laki-laki tertua
yang mau tak mau tanggung jawab kelangsungan hidup keluarga berpindah kepundaknya.Beruntunglah
dia bukan anak yang manja,sejak masih duduk dibangku SMP ia sudah diajarkan
oleh sang bunda untuk bekerja karna memang ekonomi keluarganya tidak terlalu
mapan.Jadi Abdul terpaksa harus ikut membantu ibunya untuk meringankan beban
keluarga meski saat itu masih duduk dibangku sekolah.Tiap hari sehabis pulang
sekolah maka ia akan pergi menyusul ibunya kekebun karet dimana tempat ibunya
bekerja,kebun peninggalan dari ayah tercinta yang memutuskan untuk lari dari
mereka.Bekerja dan sekolah menjadi dua hal yang tak bisa ia jalani
sekaligus.Lalu pada saat naik kekelas dua,akhirnya ia memutuskan untuk berhenti
dari sekolahnya.Baiklah cerita sentimentil ini kuakhiri saja disini,aku tak
ingin larut dalam kisah ini.Aku hanya ingin
bercerita tentang si Abdul dengan mesin rumputnya.
Begitulah,berbekal dari tabungannya selama
bekerja bersama ibunya ia beli sebuah mesin rumput bekas.Kemudian ia pelajari
secara otodidak,tanpa mentor maupun buku petunjuk.Mungkin karena tekad yang kuatlah
akhirnya ia bisa menggunakan mesin itu dengan mahir.Perlahan namun pasti usahanya
mulai menunjukkan kemajuan.Ia mulai banyak mendapatkan job untuk memotong
rumput,baik dirumah pribadi,lapangan bola ataupun ladang-ladang yang jauh dari
desa.Sebegitu jauhnya sehingga jika waktu sholat tiba,tiada terdengar suara
adzan disana.Ketika ia harus bekerja di ladang,karna lokasinya yang jauh tak
jarang ia harus terpaksa menginap disana,seorang diri.Tapi sekarang cerita
hantu sudah tak menakutkan lagi baginya,yang ia khawatirkan hanyalah binatang
buas jika berada di ladang yang jauh itu.Saat pagi tiba mesinnya akan
menyala,suaranya begitu memekakkan telinga siapa saja yang mendengarnya.Membelah
kesunyian hutan,melewati sela-sela pohon,menggapai puncak-puncak bukit untuk kemudian
hilang kemanapun angin membawanya.Hampir dipastikan takkan ada hewan-hewan yang
bangun kesiangan karnanya,raungan mesinnya ibarat alarm dengan volume penuh yang
disetel berulang-ulang.Disaat malam menjelang,semuanya akan berubah menjadi
hening.Begitu heningnya hingga ia bisa mendengar suara pikirannya sendiri bercakap-cakap
dengan hati nuraninya.Segera saja ia akan tenggelam dalam kesunyian yang
membawanya kealam mimpi tentang indahnya hari esok.Ia akan memasak sendiri
selama disana,kadang bisa seminggu tapi tak jarang bisa sampai sebulan.Lamanya
tergantung seberapa luas ladang yang akan di bersihkan,semakin luas ladang maka
semakin lamalah ia disana.
Dari penghasilan profesi barunya itu,ia
bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan saudaranya.Membiayai sekolah adiknya yang
bungsu hingga saat ini adiknya sudah menamatkan SMU.Sedikit demi sedikit ia
mulai menabung sampai akhirnya ia bisa membeli sebidang tanah yang kemudian ia
jadikan kebun kelapa sawit.Abdul merasa hidupnya jauh lebih baik
sekarang,pikirannyapun menjadi lebih tenang.
Suatu sore ketika habis bekerja,Abdul
duduk santai dirumahnya.Sambil ditemani segelas kopi panas.Mukanya kelihatan
tenang,tak tampak ada masalah sedikitpun dari raut wajahnya.
“Adik sudah tamat sekolahnya,ladangpun
sekarang sudah punya”.Batinnya.”Tak ada lagi masalah yang berarti sekarang”.Matanya
melirik mesin rumput tua yang tergolek di sudut ruangan.Lalu diseruputnya kopi
panasnya kemudian menyalakan sebatang rokok.Dihisapnya rokoknya dalam-dalam
kemudian dia hembuskan perlahan-lahan sehingga membentuk bulatan-bulatan yang
berjejer-jejer.Lalu sebuah senyuman kecil tersungging dari bibirnya.Bersamaan
dengan itu perlahan-lahan senja mulai beranjak digantikan malam yang semakin hitam.
***
Jika memang garis hidup sudah ditorehkan Tuhan
sejak manusia masih dalam kandungan maka mungkin ini pulalah yang sudah menjadi
garis hidup nya.
Pada suatu ketika di suatu tempat Abdul
bertemu dengan Anton.Dulu Anton adalah seorang pelarian dari kota.Ketika dalam
pelariannya dari kejaran polisi sampailah Anton ini dikampung kami.Dalam
kebingungan dan keputusasaannya,Abdul kemudian datang memberinya bantuan,menyediakan
tempat tinggal sekaligus menanggung biaya hidupnya selama itu.Sejak saat itu
merekapun menjadi sahabat akrab.Kemudian setelah keadaan aman si Antonpun
berpamitan untuk kembali ke kota dan mereka sama sekali putus komunikasi
bertahun-tahun,sampai akhirnya mereka bertemu kembali dalam pertemuan yang tak
disengaja itu.
Merekapun terlibat dalam percakapan yang
hangat,layaknya dua orang sahabat yang sudah lama tak bertemu.Saling berbagi
cerita dan tak jarang tiap percakapan selalu diselingi dengan tawa.Mereka
terlihat begitu gembira.
Singkat cerita ternyata sang kawan ini
ingin mengajak Abdul untuk berbisnis,bisnisnya apa aku kurang begitu jelas.Entah
karna yakin dengan kawan ini atau mungkin Abdul sudah jenuh dengan pekerjaannya
yang sekarang entahlah.Tapi yang jelas Abdul akhirnya sepakat untuk menyetujui
ajakan si kawan untuk berbisnis.Tentu saja Bisnis ini membutuhkan modal dan Abdul
diharapkan kawan ini untuk memberikan sejumlah modal.Setelah bercakap-cakap
cukup lama akhirnya mereka berpisah kembali dengan kesepakatan yang sudah
dibuat.Abdul akan mentransfer sejumlah modal ke rekening Bank si Anton,sementara
si Anton akan menunggu dikota.Lalu Abdulpun pulang kerumah,sambil memikirkan
bagaimana cara mencari modal untuk memulai bisnis yang tampak cukup menjanjikan
baginya.
“Kalau ladang aku jual,sepertinya aku akan
mempunyai cukup modal”.Pikirnya.”Biarlah nanti kalau bisnis sudah untung akan
ku beli lagi tanah buat bikin ladang baru”.Abdul mencoba menimbang-nimbang.Akhirnya
dengan tekad yang sudah bulat Abdulpun menemui sanak saudaranya untuk
memberitahu perihal ini,bahwa ia akan pergi kekota untuk bekerja dan akan
menjual ladangnya sebagai modal usaha.
“Tidak,aku tak izinkan!,bagaimana bisa kau
akan menjual ladang yang sudah menghidupi kita”.Kakak sulungnya merasa tidak
setuju dengan rencananya.
“Jadi kau akan tinggalkan aku dan adikmu disini
demi temanmu itu?katakan pada kakak,setan apa yang sudah merasukimu”.Suaranya
menjadi sedikit parau dan butir-butir air mata mulai membahasi pipinya.
“Bukan begitu kak,aku cuma ingin merubah
hidup kita agar jadi lebih baik lagi.Aku tak bermaksud meninggalkan kalian.Nanti
tiap bulan akan aku kirimi uang buat biaya hidup kakak disini.Lagipula adik kan
sudah besar,sudah bisa menjaga kakak”.Abdul pun tak dapat menahan air
matanya.Namun pendiriannya sepertinya sudah tak bisa di ubah lagi.
“Bukankah hidup kita sekarang sudah lebih
baik,tak ada yang perlu dirubah lagi.Kakak sudah senang,cukuplah seperti ini
saja”.
“Siapa tau jodohku ada disana kak”.Abdul berkata
lirih nyaris tak terdengar.Rupanya selain untuk berbisnis,kawannya tadi juga
menjanjikan akan mengenalkan seorang gadis kepada Abdul.
“Baiklah,kalau itu memang sudah jadi
keputusanmu.Kakak tak akan menahanmu jika itu memang yang terbaik buatmu.Juallah
ladang itu,tak kau kirimi uang nantipun tak mengapa”.Kakaknya pun berdiri
meninggalkan Iwan seorang diri yang termenung mendengar kata-kata kakaknya.Tapi
tekadnya sudah bulat,dia akan kekota.
”Hai kota,inilah Abdul pemuda kampung akan
mendatangimu dan menaklukkanmu...Sambutlah aku..”.Ia merasa jalan menuju
kebahagiaan sudah membentang lebar di depan matanya,hanya tinggal melangkahkan
kaki saja maka kebahagiaan itu akan segera bisa ia rengkuh.
***
Akhirnya ladangpun dijuallah.Kemudian
uangnya segera ia transfer kerekening Bank kawannya tadi.Setelah berpamitan
dengan sanak saudaranya,dengan langkah mantap Abdulpun berangkat. Ia sudah bulatkan
tekad akan berhasil dikota nanti, kemudian dengan menumpang angkutan umum ia
langsung menuju kekota.Menuju ketempat dimana semua impian akan menjadi
kenyataan bakalnya,dimana malam tak pernah nyata.
Untung tak dapat diraih,malangpun tak bisa
ditolak.Sesampainya dikota,Abdul langsung menuju alamat yang diberikan oleh
temannya.Namun tak ada ia temukan temannya disana,kemudian ia coba menghubungi
lewat telepon tapi nomor yang ia tuju ternyata tidak aktif lagi.Iapun bertanya
ke warga sekitar,tapi tak satupun dari mereka yang mengenal nama yang
disebutkan Abdul.Akhirnya Abdul memutuskan untuk pergi berkeliling barangkali
ia berjumpa dengan temannya di tengah jalan.Ia mencari kesana kemari,tapi tak
satupun orang yang ia kenal.Ketika hari mulai gelap iapun memutuskan untuk
mencari penginapan dan beristirahat disana.Esoknya kembali ia cari temannya itu
tapi lagi-lagi tidak membuahkan hasil.Selama seminggu ia terus mencari temannya
namun tetap tak bisa ia temukan,tiap hari ia coba hubungi telepon temannya tapi
selalu saja sia-sia.Abdul akhirnya tersadar bahwa ia tak akan pernah bertemu
lagi dengan temannya itu,uang yang sudah ia kirimpun takkan pernah ia dapatkan
kembali.Menyadari hal itu tiba-tiba tubuhnya menjadi lemas,ia merasa tidak
berpijak dibumi lagi.Tubuh dan pikirannya terasa mengambang di
awang-awang.Suara hiruk pikuk jalananpun tiba-tiba terasa hening.Ia merasa
sangat sendirian sekarang,benar-benar sendirian.Jika saja tangannya tak
perpegangan pada tiang listrik disampingnya,mungkin ia sudah
roboh.Perlahan-lahan ia mulai mendapatkan dirinya kembali.Lalu ia duduk
dipinggir jalan yang tak pernah sepi itu.
“Begini rupa macamnya kau kawan.Setelah
semua yang kulakukan untukmu,begini rupanya akhirnya kau membalasnya.Ternyata
cuma mulutmu saja yang manis kawan,tapi hatimu berbulu belaka”.Ia tundukkan
kepala dalam-dalam seolah-olah kepalanya menjadi bertambah berat berton-ton,tak
mampu lagi ia angkat.
“Maafkan adikmu ini kak,harusnya aku
mendengarkanmu..Maafkan kak..”Ia tak kuasa lagi membendung gelombang air mata
yang mendesak ingin keluar.Akhirnya tumpahlah tangisnya disitu.Tak lagi ia
pedulikan orang yang lalu lalang disekitarnya.Begitupun sebaliknya,ia pun tak
dipedulikan oleh mereka yang hilir mudik didepan matanya,mereka terlalu sibuk
dengan urusannya masing-masing.
Mau pulang kekampung rasanya malu,tapi mau
tetap di kota ia tak tahu mesti melakukan apa.Tak ada orang yang ia kenal
disana,sementara kian hari uangnya kian menipis.
“Lebih baik aku pulang,biarlah nanti
kukarang cerita yang baik-baik agar mereka percaya dan aku tak malu
karnanya”.Abdul sudah pasrah.
Setelah sekitar sebulan luntang-lantung
dikota,setelah uang dikantongnya sudah tak ada lagi akhirnya Abdul memutuskan
pulang.
Setelah mendapatkan angkutan umum,iapun
kembali kekampungnya.Selama perjalanan pulang,pikirannya sibuk mencari alasan
yang tepat untuk bisa diceritakan ketika tiba dirumah nanti,sampai akhirnya
iapun tertidur.
“Tolong ya ongkosnya..ongkos..ongkos!!Bang..bang..oii
bangg..Ongkosnya bang!!Suara serak dari kernet angkot membuyarkan mimpinya,iapun
terbangun dan menyerahkan ongkos yang diminta.”Oke,pas ya bang..”.Dengan muka
datar sang kernetpun berlalu.Abdulpun kembali tenggelam dalam pikirannya.Ia
lemparkan pandang keluar jendela,matanya terpaku pada pohon-pohon yang seperti
berkejar-kejaran di pinggir jalan.Tak lama lagi ia akan sampai
dikampungnya,tapi ia belum juga menemukan alasan yang tepat.
“Ah,sudahlah.kuceritakan saja nanti apa
adanya”.Bisiknya dalam hati.
Dari kejauhan ia sudah dapat melihat
rumahnya,kemudian tepat di depan rumahnya “Stop bang..”Teriaknya lantang,Angkotpun
berhenti lalu tanpa pikir panjang iapun segera turun.Dengan kepala tertunduk dengan
langkah gontai ia berjalan menghampiri rumahnya,tak ada ia perhatikan bahwa
kakaknya sudah berdiri didepan pintu.
Ia berjalan begitu saja tanpa berani
menatap kakaknya,kepalanya terus tertunduk Abdul langsung menuju kekamarnya.Kakaknya
masih berdiri didepan pintu dengan kening berkerut mencoba menerka-nerka apa
yang sedang terjadi dengan adiknya.Tingkah aneh adiknya memaksanya untuk
menyongsong Abdul kekamarnya.
Langkahnya terhenti ketika mendengar suara
sesegukan dari dalam kamar.Ia jadi bimbang untuk masuk.”Mengapa ia harus
menangis?”Berbagai macam pertanyaan dan dugaan berkelebat di dalam
benaknya.Namun akhirnya ia putuskan untuk masuk.Dilihatnya Abdul berbaring
menelungkup di tempat tidur,tubuhnya seperti bergoncang karena isak tangis yang
setengah ditahan.Kakaknya tak bisa lagi menahan diri untuk tahu apa yang
terjadi.Perlahan ia duduk disamping Abdul.
“Ada apa?Kenapa sudah pulang,kok kamu menangis?”Dengan
lembut kakaknya membuka pembicaraan.Abdul tersadar kakaknya sudah disampingnya,kemudian
ia berbalik lalu kemudian ia duduk.Matanya masih merah berkaca-kaca.Tak sepatah
katapun yang terucap dari bibirnya.Kemudian ia tatap mata kakaknya,lalu
dipeluknya kakaknya dan tangisnyapun semakin menjadi.Kakaknya membiarkan saja
kelakuan adiknya,sampai Abdul akhirnya dapat menguasai diri.Setelah adiknya
sedikit tenang sang kakak kembali mencoba bertanya.
“Kenapa kok menangis?”Tanyanya.
Abdul tak langsung menjawab,ia tampak
terdiam sejenak.Tak kuasa rasanya ia mengatakan yang sesungguhnya,tapi ia tak
punya pilihan lain.
“Aku ditipu kak..”Jawabnya pelan.”Rupanya
temanku berbisnis itu seorang penipu..”Kemudian ia menceritakan semua yang
terjadi ketika ia dikota.Kakaknya tampak mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
“Dari awal aku tak mau mendengarkan
kakak,maafkan aku kak...”Kembali Abdul memeluk kakaknya dan tangisnya pun
kembali pecah saat itu.Kakaknya menepuk-nepuk punggung adiknya dengan lembut.
“Sudahlah,jika memang seperti itu
kejadiannya.Mungkin itu yang dikehendaki tuhan berlaku terhadap kita”Kakaknya
mencoba membesarkan hati Abdul.Melihat keadaan adiknya,tak kuasa ia menyalahkan
sang adik.
“Tak perlu kau menyalahkan diri
sendiri,kakak sudah memaafkan mu”
“Apa perlu kita lapor polisi kak?”Tanya Abdul
kemudian.
“Ah,tak usahlah.Mau dicari kemana itu
penipu,apalagi dikota sana..Sia-sia aja rasanya.Apalagi jaman sekarang,kalau
tak dikasih duit mana mau polisi itu kerja..kalau kita laporpun paling nanti
tak bakal diurus,sudahlah biarlah kita terima saja apa adanya..”Kakaknya seperti
bicara pada dirinya sendiri.Kemudian kakaknya berdiri lalu melangkah keluar
kamar berlalu dari hadapan Abdul.Tinggallah Abdul sendiri dengan penyesalan
yang terus menggelayut didalam hatinya.Mimpi yang ia coba bangun seketika
menjadi buyar,ia mencoba melihat masa depannya tapi yang tampak olehnya
hanyalah kabut hitam yang pekat tanpa secercahpun cahaya.Abdul melangkah keluar
kamar,tapi ia tak tahu hendak melakukan apa.Hatinya saat ini tak ingin
melakukan sesuatu apapun,saat ini semangatnya benar-benar kendur seperti layangan
yang kekurangan angin,tak ada hasrat.Ia lemparkan pandang kepintu dapur,ia
dapati kakaknya sedang duduk termenung dengan pandangan yang kosong,sekosong
kantong celananya saat ini.Kembali batinnya mengeluh “Akh..kenapa hidupku
menjadi begini rupa..ya Tuhan..kuatkanlah aku,berilah aku dan keluargaku
kesabaran dan keiklasan dalam menjalaninya....”
***
Hari-harinya sekarang menjadi begitu
suram,setidaknya begitulah yang ia rasakan.Hampir seminggu lamanya ia habiskan
hanya dengan bermalas-malasan,untuk keluar rumahpun tak ada terniat dalam
hatinya.Waktunya lebih banyak dihabiskan dengan melamun didalam kamarnya,dan
ketika ia bosan dengan lamunannya maka ia akan tidur berjam-jam lamanya
kemudian ketika ia terbangun kembali ia akan tenggelam dalam lamunannya.Begitulah
hari-hari yang dijalaninya,gairah hidupnya seolah-olah sudah hilang entah
kemana bahkan untuk sekedar bermimpipun rasanya ia sudah tak sanggup.Berulangkali
kakaknya mencoba membesarkan hatinya tapi nampaknya belum juga membuatnya bisa
melupakan semua yang terjadi belakangan ini.
Pagi itu dengan rambut yang kusut dan muka
yang muram Abdul duduk bersandar diruang tengah rumahnya,sedang kakaknya sibuk
memasak didapur.Ia tebarkan pandang keseluruh ruangan,ditembok tergantung
berbagai fhoto kenangan hidupnya.Gambar sang bunda dan mereka
sekeluarga,kemudian ada gambarnya bersama teman-temannya ketika berada di
puncak merapi.Satu persatu bergantian ia lihat kembali gambar itu.Setelah puas
kembali ia tebarkan pandang keseluruh ruangan,sampai matanya terhenti pada
suatu sudut dimana disana tergeletak mesin rumput tua yang selama ini telah
menghidupinya sekeluarga.Ia tertegun memandangi mesinnya itu,entah apa yang ada
dalam pikirannya saat itu.Namun jelas kedua matanya tampak berkaca-kaca,kemudian
buru-buru ia kucek kedua matanya.Ia datangi mesin itu kemudian duduk
disampingnya.
“Ahk,kau selalu saja membakar semangatku..”Di
ambilnya kain kemudian ia bersihkan mesinnya itu.Lama ia pandangi mesinnya itu
sampai ia dikejutkan oleh suara kakaknya.
“Sana makan dulu,kakak bikin sambal
kesukaanmu..adikmu mana?”
“Kak,nanti aku mau mulai kerja motong
rumput lagi..”Ia masih saja duduk disamping mesin rumputnya.Mendengar itu
kakaknya agak terkejut dan terlihat ia tersenyum.
“Ya sudah kalau begitu,makan dulu sana..”
“Aku mandi dulu deh...”Dengan sigap ia
bangkit dari duduknya kemudian melengos kebelakang.Kakaknya cuma memandangi
saja tingkah adiknya sambil senyum-senyum.
Dan sejak hari itu,iapun kembali melakoni
perkerjaan lamanya yaitu seorang pemotong rumput.Pengalaman pahit yang baru
saja ia alami perlahan-lahan sudah bisa ia lupakan.Raungan suara mesin
rumputnya seakan mampu menutupi suara-suara kesedihan didalam hatinya.Ia telah
kembali untuk merajut mimpi yang lain.
***
Melihat kedatanganku,ia segera mematikan
mesin rumputnya.
“Hei,tumben kesini..sendirian ya..?”setengah
berteriak ia menyapaku kemudian menurunkan mesin yang di sandangnya dan
meletakkannya di atas tanah.
“Hahah..iya nih..dah lama ga ngobrol-ngobrol,kangen
rasanya..Sibuk banget nih kayaknya..”Aku berjalan menghampirinya.Ia hanya
tertawa mendengarku berkata seperti itu.
“Yok ngobrol-ngobrol dipondok aja,kebetulan
sudah jam rehat sekarang..Disini panas,takutnya jadi hitam pula kau nanti..hahah..”
“Ayuklah..kulit udah hitam jadi bertambah
hitam pula nanti..Bisa-bisa ga keliatan aku..heheh..”Kemudian kamipun berjalan
menuju pondok sederhana yang tak jauh dari tempat kami berdiri.Suasana ladang
yang tenang selalu saja membuatku nyaman.Jauh dari hiruk pikuk kehidupan,jauh
dari masalah yang selalu menjejali pikiran.Pohon-pohon yang tertiup angin
seolah-olah tersenyum mengucapkan selamat datang dan menyiratkan tentang
kedamaian yang sesungguhnya,membuang semua gundah yang selalu membelenggu jiwa.
“Bikin kopi dulu ya,biar tambah mantap..”Abdul
seperti bisa membaca pikiranku.Ngobrol sambil ditemani kopi dan rokok,rasanya
tak ada lagi yang bisa menandinginya tak bisa lebih dari itu.
“Sippp..” akupun menjawab dengan yakin “Baru
aku mau ngomong tadi..hahah..”Ia pun tertawa mengerti sambil sibuk menyalakan
api untuk memasak air.
Tak butuh waktu lama,kamipun mencair
kedalam percakapan yang tak berujung.Jiwa-jiwa yang lama tidur seperti
terbangun.Pikiran kami mengembangkan dan mengepakkan sayapnya,lalu kemudian
terbang menembus ruang dan waktu.
Kamar yang sepi di Bangkinang,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
" Pembaca yang baik selalu meninggalkan jejak "